Address
Jl. Mujahidin 2, Parigi Baru, Kec. Pd. Aren, Kota Tangerang Selatan, Banten 15228
Work Hours
Monday to Friday: 08.00 - 17.00
Weekend: 10.00 - 16.00
Address
Jl. Mujahidin 2, Parigi Baru, Kec. Pd. Aren, Kota Tangerang Selatan, Banten 15228
Work Hours
Monday to Friday: 08.00 - 17.00
Weekend: 10.00 - 16.00
Kesalehan merupakan sifat patuh dalam melaksanankan ajaran agama, kesalehan memunculkan tindakan yang terpancar dari keimanan, seseorang akan di sebut beriman ketika bisa mempraktekan amal saleh dalam kehidupan sehari hari. karena iman itu di dalam hati yang diucapkan melalui lisan dan dipraktekan secara baik dalam kehidupan bersama. Bentuk kesalehan ritual dalam Islam diantaranya adalah Puasa ramadhan seperti yang sekarang kita jalani bersandarkan Iman dan mencari Ridho Ilahi.
Definisi kata kesalehan dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah ketaatan, kepatuhan, menunaikan ajaran agama. Kesalehan menurut Sa’adullah Afandy bahwa kesalehan merupakan pancaran cahaya hidayah yang masuk ke relung hati manusia dengan mengaplikasikan dalam tindakan untuk menggapai rahmat Allah SWT. Hal ini akan menarik jika kita tarik degan teori ilmu jiwa Gordon Allport, menurutnya kesalehan merupakan suatu tindakan naluri manusia yang menyesuaikan dengan lingkungannya karena pengaruh kesadaran dalam jiwa manusia, kesadaran jiwa ini yang biasa kita sebut dengaan “fitrah” dalam Islam. Sedangkan kesalehan menurut Al-Qur’an adalah kesalehan yang bersinergi antara kesalehan lahir dan batin, karena dalam ajaran Islam manusia itu harus membentuk hubungan yang baik kepada 3 perkara: (1) Hubungan baik dengan Tuhan, hubungan secara transdental antara makhluk dan Pencinta-Nya, bentuk sifat kehambaan yang membutuhkan Tuhan. (2). Hubungan baik dengan dirinya, dengan mengajak bicara dalam diri sendiri-Self Talk-, yang merupakan ekspresi verbal untuk memunculkan kemauan diri yang baik. (3). Hubungan baik dengan Sesama, bentuk gotong royong, tenggang rasa dengan sesama berdasarkan pada perintah agama.
Seyogyanya amal shaleh merupakan keniscayaan manusia dalam menjalani hidup, karena jati diri manusia itu adalah baik dengan sifat kehambaan kepada Tuhannya. Akan tetapi adanya nafsu ini yang menyebabkan manusia berubah arah, nilai baik yang dibawa ketika lahir menjadi sirna karena nafsu dan lingkungan yang mempengaruhi karakter seseorang. Dengan penjelasan definisi kesalehan tersebut secara jelas bahwa di dalam puasa terdapat kesalehan ritual yang berdampak pada kesalehan sosial. Orang beriman yang dipanggil oleh pencipta untuk melakukan puasa dituntut untuk mengaplikasikan ibadah puasa dalam konteks sosial di masyarakat. Hasil dari puasa mengajarkan kita untuk bersabar kepada masyarakat dalam tindakan, hasil dari puasa juga kita diajarkan peduli terhadap sesama, terutama kelompok yang lemah (Mushtadh’afiin). Pendek kata Puasa mengajarkana kita untuk menahan (imsak) dalam perbuatan yang merugikan sesama.
Kesalehan ini merupakan pengolahan jiwa agar memancarkan cahaya dari dalam -inner beauty-, sehingga dapat menyembulkan kepribadian seseorang menjadi baik, Seorang yang berpuasa secara otomatis harus melaksanakan tadarrus, shalat dhuha, gampang menolong, rajin belajar. Kegiatan tersebut semuanya bentuk dari efek kesalehan ritual. Ini harus ditanamkan sejak dini, karena akan membentuk karakter pribadi yang paripurna dengan stimulus yang baik dalam lingkungan.
Puasa merupakan bentuk kesalehan ritual yang akhirnya menuju penyucian diri-Tazkiyatunnafsi- karena Puasa merupakan bentuk olah jiwa agar dapat membentuk perangai yang taat kepada Tuhannya, jiwa yang bisa memancarkan kebaikan dan kedamaian di dalam hati. Biasanya para ulama memaparkan konsep penyucian diri dalam ilmu hakikat, dengan ilmu ini manusia dapat mendekatkan diri sedekat-dekatnya. Sulthaonul awliya Syekh Abdul Qodir Al-Jailani dan Jalalludin Rumi. Syekh Abdul Qodir Al-Jailani ketika menjelang wafat, nafas terengah-engah, semua anaknya bersedih, salah satu anaknya yang bernama Abdurrazak meminta nasehat terakhir kepada ayahnya, seketika tangan dan kakinya sudah kaku, masih sempat memberikan nasihat kepada anaknya, sembari membacakan surat At-thalaq ayat 7, “ Allah akan menjadikan kemudahan setelah kesempitan”, ayat ini ditulis oleh anaknya sebagai kenangan terakhir sebelum beliau meninggal. Jalalludin Rumi tokoh sufi dunia, pengarang kitab Fihi ma Fihi, ketika ajal menjemput, istri dan anak-anaknya menangis haru karena akan ditinggalkan oleh seorang yang bertanggung jawab pada keluarganya, akan tetapi Rumi malah justru memberi nasehat kepada mereka agar jangan bersedih dan menangis, karena ia akan bertemu dengan kekasih abadi Allah SWT, ini bentuk dari penyucian diri yang utuh. Kedua contoh dari ulama besar tersebut merupakan efek dari kesalehan ritual yang mendalam termasuk di dalamnya puasa ramadhan yang bisa berdampak pada kesalehan ritual di masyarakat.
Kesalehan sosial biasa dalam ajaran Al-Qur’an di sebut Itsar, mendahulukan kepentingan orang lain dari pada kepentingan dirinya, menurut Syekh Abdul wahab Asya’roni, Kesalehan sosial merupakan kesalehan kaum sufi yang mencintai makhluk dan alam semesta karena kecintaan Allah, mencintai Allah dan ciptaan-Nya dengan mengejawantahkan perilaku baik dalam kehidupan antar sesama. Implementasi untuk kaum santri jika berbicara tentang kesalehan sosial diantaranya berbuat baik dengan teman sejawat, hubungan baik dengan adik kelas, mematikan lampu ketika siang hari, mematikan kran setelah berwudlu, diskusi bersama, melaksanakan piket pondok, muwajahah belajar malam, mengemban amanah sebagai pengurus pondok dengan baik, dan hormat guru sebagai jalan untuk menuju kesuksesan. Itu merupakan bagian dari kesalehan sosial yang bisa dilakukan oleh seseorang yang telah melaksanakan kesalehan ritual dengan ajeg.
Imam Abu Qosim Al-Qusyairy berkata dalam suatu makalah yang beliau tulis, “ Sesungguhnya pencari ilmu banyak yang tidak berhasil dalam menggapai cita-cita, faktornya karena mereka pernah membuat gurunya nestapa, dengan tidak meminta maaf padanya, karena keridhaan guru adalah kunci dari keberhasilan hidup seorang pencari ilmu.”
Dalam Al-Qur’an kata-kata “Amal Shaleh” sebanyak 180 kali, kata tersebut berbarengan dengan kata “ Iman” dengan kata lain kesadaran keimanan tak akan bisa sempurna jika tidak ada tindakan baik yang konkrit dalam masyarakat. Karena sesuai dogma Agama, hubungan baik kepada Allah –Hablu mina Allah– harus sejajar dengan hubungan baik dengan sesama manusia -Hablu mina Annas-, “sejajar” dalam arti harus bisa menyeimbangkan dalam tataran praktis, menurut KH Mustafa Bisri, jika menelaah dalam Islam kesalehan itu hanya satu yaitu kesalehan muttaqi-kesalehan orang bertaqwa-, atau dengan istilah lain mukmin yang beramal shaleh, sehingga dalam pribadinya terdapat shaleh ritual dan shaleh sosial.
Kesalehan ritual tanpa ada kesalehan sosial akan nisbi, keduanya harus seimbang dalam tataran pergumulan di masyarakat, dengan kesalehan ritual yang berbanding lurus dengan kesalehan sosial akan membentuk kenyamanan dalam ibadah, bertindak dan mu’amalah dan jika kesimbangan itu bisa terjaga, maka ini yang disebut dengan sosok manusia sempurna-Insan kamil-.
Menurut Yusuf Al-Qardhawi dalam kitab Fiqih Al-Awlawiyat, bahwa kesalehan sosial harus diprioritaskan (bukan diutamakan: red) dari pada kesalehan ritual, tentunya dalam koredor kepentingan bersama, sebuah contoh dari pernyataan tersebut, seseorang yang ingin melaksanakan ibadah haji, uangnya ia pakai untuk menyantuni anak yatim dan dhua’fa, karena ia melihat kondisi anak-anak tersebut lebih membutuhkan dari pada dirinya untuk berangkat ke tanah suci.
Maka pada akhirnya Puasa merupakan ibadah ritual sesuai perintah Allah yang termaktub dalam surat Al-Baqarah ayat 183, merupakan ibadah yang dilakukan agar bisa berdampak pada aplikasi tindakan sosial yang baik di masyarakat. Maka puasa membentuk seseorang menjadi saleh, yaitu saleh ritual, dan saleh sosial. Sehingga dapat menjadi hamba Allah yang mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Allahu ‘Alam bishowab.
*Surip, Ketua STAI Al Amanah Al-Gontory
Artikel pernah penulis muat di Blog. Untuk disajikan di Web STAI penulis merevisi ulang penulisan (surip)
Editor: Singgih Aji Purnomo